ASY-SYĀFI‘ī DAN ILMU KALAM #3
Dalam catatan dua seri sebelumnya, masih ada yang salah paham atau bahkan gagal paham maksud dari tulisan saya dalam masalah ini. Ada yang memahami bahwa saya mengharamkan Ilmu Kalam, ini salah paham karena saya tidak pernah mengatakan demikian. Ada yang memahami bahwa yang dibenci Imam Asy-Syāfi‘ī adalah Ilmu Kalam-nya Muktazilah, ini gagal paham karena yang dibenci oleh Imam Asy-Syāfi‘ī adalah penggunaan Ilmu Kalam dalam memahami Akidah Islam oleh siapapun.
Dengan kata lain, selain dalam masalah Akidah, Imam Asy-Syāfi‘ī tetap mengeksploitasi Ilmu Kalam, seperti dalam masalah fikih. Contohnya, jikalau kita mendalami pemikiran Imam Asy-Syāfi‘ī, dengan ketajaman dan kemahiran Beliau dalam Ilmu Balagah, Beliau membolehkan merubah redaksi “sami‘allahu li-man ḥamidahu” (سمع الله لمن حمده) menjadi “man ḥamidallaha sami‘a lahu (من حمد الله سمع له); Beliau lah yang tegas menyatakan bahwa huruf jar ba’ (ب) memberi makna faedah “sebagian/parsial” (التبعيض), sehingga menyimpulkan hukum bolehnya mengusap sebagian kepala ketika berwuduk; dan contoh semisal lainnya bisa kita temui dalam kitab Al-Umm.
Akan tetapi, dalam masalah Akidah, Beliau tidak mengeksploitasi Ilmu Kalam. Beliau memilih metode iṡbat, sebagaimana para ulama Salaf. Salah satu contohnya adalah sebagaimana aṡar yang diriwayatkan oleh Al-Qāḍī Ibnu Abī Ya‘la Al-Ḥanbalī (w. 526 H) raḥmatullāh ‘alayh dalam kitab Ṭabaqāt Al-Ḥanābilah:
قرأت عَلَى المبارك قلت: له أخبرك مُحَمَّد بْن عَلِيِّ بْنِ الفتح قَالَ: أَخْبَرَنَا عَلِيّ بْن مردك قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْد الرَّحْمَنِ بْن أبي حاتم قَالَ: حَدَّثَنَا يونس ابن عبد الأعلى المصري قَالَ: سمعت أبا عَبْد اللَّه مُحَمَّد بْن إِدْرِيسَ الشافعي يقول ...: أتانا أنه سميع وأن له يدين بقوله {بَلْ يَدَاهُ مبسوطتان}، وأن له يمينا بقوله {وَالسَّمَوَاتُ مطويات بيمينه}، وأن له وجها بقوله {كُلُّ شيء هالك إلا وجهه} وقوله {وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الجلال والإكرام}، وأن له قدما بقول النَّبِيّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: {حتى يضع الرب فيها قدمه} يعني جهنم...
Aku membacakan riwayat kepada Al-Mubārak. Aku katakan kepadanya: Telah mengabarkan kepadamu [Muḥammad bin ‘Alī bin Al-Fatḥ], ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami [‘Alī bin Mazdak], ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami [‘Abdurraḥman bin Abī Ḥātim], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yūnus bin ‘Abdil-A‘lā Al-Miṣrī], ia berkata: Aku mendengar [Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Idrīs Asy-Syāfi‘ī] yang mengatakan (ketika mendapat pertanyaan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah):...
“Telah sampai kepada kita bahwasanya Allah mendengar, mempunyai dua tangan berdasarkan firman-Nya {tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka}. Allah mempunyai tangan kanan, berdasarkan firman-Nya {dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya}. Allah mempunyai wajah berdasarkan firman-Nya {Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah} dan firman-Nya {Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan}. Dan Allah mempunyai kaki berdasarkan sabda Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam {Hingga Rabb (Allah) meletakkan kaki-Nya padanya} – yaitu Neraka Jahannam…”.
Aṡar ini SAHIH, diriwayatkan dengan sanad yang Sahih oleh Al-Qāḍī Ibnu Abī Ya‘la Al-Ḥanbalī. Dengan sanad yang sama, diriwayatkan juga oleh Al-Imām Ṣadruddīn Abū Ṭāhir As-Silafī (w. 576 H) raḥmatullāh ‘alayh dalam Al-Masyyakhah Al-Bagdādiyyah.
Dari pernyataan Imam Asy-Syāfi‘ī tersebut, Sang Nāṣirussunnah tidak mengeksploitasi Ilmu Kalam dalam menjelaskan sifat-sifat Allah, alias Beliau memperlakukan ayat-ayat dan hadis-hadis tentang sifat Allah sebagaimana datangnya, tanpa Takyīf (menanyakan kaifiah), tanpa Tasybīh/Tamṡīl (menyamakan dengan makhluk), tanpa Ta‘ṭīl (meniadakannya), dan tanpa Taḥrīf/Ta‘wil (memalingkan/menyelewengkan maknanya), sesuai dengan jalan yang ditempuh oleh Salaf. Sebagaimana penjelasan saya pada catatan sebelumnya:
➊ https://web.facebook.com/aedogawa/posts/2340905829495009
➋ https://web.facebook.com/aedogawa/posts/2341196269465965
BTW: Apabila ada orang yang mengatakan sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy-Syāfi‘ī diatas, biasanya oleh sebagian oknum akan digelari dengan Wahabi, Mujassimah, Musyabbihah. Lantas, bagaimana dengan sosok Al-Imām Al-Kabīr Muḥammad bin Idrīs Asy-Syāfi‘ī? Akankah digelari dengan gelar yang sama!?
Semoga berfaedah, bersambung...
Salam Persahabatan,
Alfan Edogawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar